Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan regulasi terkait optimalisasi pemanfaatan sisa alokasi gas dalam pemanfaatan bahan bakar gas (BBG), serta penetapan harga gas bumi bagi sektor industri, rumah tangga dan pelanggan kecil.
Hal itu tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 86.K/MG.01/MEM.M/2024 tentang optimalisasi alokasi gas bumi dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam pemanfaatan bahan bakar gas untuk transportasi jalan tahun 2024 yang tidak termanfaatkan dan penetapan harga gas bumi dalam rangka perluasan pemanfaatan bagi sektor industri, rumah tangga, dan pelanggan kecil.
Penerbitan Kepmen ini menimbang bahwa Kepmen ESDM Nomor 9.K/MG.04/MEM.M/2022 tentang perubahan atas Keputusan Menteri ESDM Nomor 48.K/HK.04/MEM.M/2021 tentang alokasi dan harga gas bumi dari KKKS dalam pemanfaatan BBG untuk transportasi jalan tahun 2020-2024 bagi PT Pertamina (Persero) dan PT PGN berpotensi tidak termanfaatkan. Sehingga, perlu dioptimalkan pemanfaatannya untuk industri, rumah tangga, dan pelanggan kecil.
Beleid yang ditetapkan Menteri ESDM Arifin Tasrif di Jakarta pada 19 April 2024 ini juga sebagai upaya pemerintah dalam mengurangi impor Liquefied Petroleum Gas (LPG), serta untuk optimalisasi pemanfaatan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) dan Mobile Refueling Unit (MRU) yang dibangun dengan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Non APBN.
“Bahwa berdasarkan pertimbangan, perlu menetapkan Keputusan Menteri ESDM tentang optimalisasi alokasi gas bumi dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam pemanfaatan bahan bakar gas untuk transportasi jalan tahun 2024 yang tidak termanfaatkan dan penetapan harga gas bumi dalam rangka perluasan pemanfaatan bagi sektor industri, rumah tangga, dan pelanggan kecil,” bunyi Kepmen tersebut, dikutip Senin (13/05/2024).
Dalam Diktum kesatu aturan ini, menjelaskan bahwa pemanfaatan BBG untuk transportasi jalan tahun 2020-2024 bagi PT Pertamina (Persero) dan PT PGN Tbk yang tidak termanfaatkan dapat dioptimalisasikan, dengan mengutamakan konsumen baru yang belum menggunakan Compressed Natural Gas (CNG) untuk sektor industri, pelanggan kecil, dan rumah tangga.
Adapun, dalam Diktum kedua optimalisasi pemanfaatan sisa alokasi gas bumi ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Badan Usaha penerima alokasi gas bumi
b. Lokasi SPBG/MRU
c. Sumber pasokan gas bumi
d. Alokasi dan harga gas bumi dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama
e. Biaya penyaluran gas bumi yang terdiri atas biaya pengangkutan gas bumi (toll fee) dan biaya distribusi dan niaga gas bumi
f. Harga jual gas bumi hilir di SPBG
Sementara itu, berdasarkan bunyi Diktum Kelima poin a menyebutkan bahwa badan usaha dalam melaksanakan pemanfaatan sisa alokasi dan penetapan harga gas bumi dapat bekerja sama dengan anak perusahaan atau afiliasinya.
Selain itu, badan usaha tersebut dapat melakukan penjualan CNG di SPBG dan MRU kepada badan usaha niaga lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kemudian, Diktum kelima poin b, berbunyi badan usaha dalam melaksanakan pemanfaatan sisa alokasi dan penetapan harga gas bumi wajib:
1. Memiliki Izin Usaha Niaga Gas Bumi untuk kegiatan Niaga CNG
3. Melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
3. Bertanggung jawab dan menjamin aspek keselamatan dalam rangka penyediaan dan pendistribusian CNG termasuk penjualan CNG
4. Melakukan reaktivasi SPBG atau MRU yang tidak beroperasi dengan mempertimbangkan keekonomian.
5. Menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan optimalisasi sisa alokasi dan penetapan harga gas bumi serta harga CNG kepada Menteri ESDM melalui Dirjen Migas secara berkala setiap tiga bulan sekali atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.
“Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan,” isi Diktum kesembilan.